Selasa, 07 Juni 2011

Tidak Ada Yang Tidak Mungkin

Perkembangan pesat di berbagai sendi kehidupan melahirkan profesi-profesi baru dan unik yang mungkin tak terbayang sebelumnya. Profesi konvesional pun tetap dibutuhkan, dengan catatan: teruslah diasah agar tetap berdaya saing tinggi. Sesuatu yang menurut kebanyakan orang tidak mungkin untuk dicapai, ternyata bisa dicapai dengan hasil luar biasa. Maka benarlah pernyataan Tak ada yang tidak mungkin di dunia ini.

Eko Supriyanto, penari asal Indonesia, berhasil terpilih menjadi bagian dari konser Downed World Madonna yang digelar sepanjang tahun 2001. Eko, bersama 12 penari lainnya, meyisihkan lebih dari 6 ribu penari berbakat dari seluruh dunia lewat suatu audisi yang diselenggarakan di Los Angeles. “Saya memilih tarian tradisional karena tidak mungkin menari hip hop, modern dance. Di Amerika Serikat sudah banyak expert di situ,” kata Eko, yang tiap hari berlatih tari selama 10 jam. “Sense of identity itu sangat penting. Percuma bisa nari kalau tidak punya identitas,” ungkap Eko, lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (sekarang ISI) Surakarta dan penerima beasiswa Fullbright untuk meneruskan jenjang Ph.D di University of California Los Angeles.
Memang, identitas pada masa awal kesenimanan Eko adalah tari tradisional Jawa dan pencak silat. Rupanya, elaborasi gerak-gerak dasar dari dua kesenian itulah yang memikat hati Madonna saat seleksi akhir (special tee). Setelah mengikuti latihan bersama awak Madonna’s Company, Eko pun melanglang buana, menaklukkan kota besar di berbagai penjuru AS dan Eropa selama 9 bulan dengan total 268 pertunjukan. Sesudah itu, jalan sukses terbentang luas, luas sekali, buat Eko. Kini, ia menjadi sosok yang sangat dihormati di panggung paling prestisius di dunia, mulai dari Broadway dan Lincoln Center di New York, hingga gedung opera di Wina, London dan Paris. Sekarang, sekali tampil kalau sendiri, bayarannya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Eko hanya salah satu contoh betapa sebuah profesi, apa pun itu, kalau ditekuni secara all out, bisa mendatangkan bukan saja nama besar (bahkan kebanggaan bangsa), tetapi juga penghasilan yang sangat layak bagi pelakunya. Plus, tentu saja, memberi mata pencarian bagi banyak orang yang terlibat di dalamnya. Banyak profesi yang dulu tak pernah terbayangkan, kini dihargai secara istimewa oleh para pengguna jasa dan masyarakat. Ada keluarga Mahardi Paramita yang menekuni profesi sebagai gemolog (ahli berlian dan batu-batuan), keahlian yang sangat spesifik dan langka sehingga diperebutkan. Ada Farah Quinn, celebrity chef yang piawai memadukan seni memasak dan entertainment. Ada Jim Geofadi, si hacker jago. Dan masih banyak lagi.
Siapa pun tahu, tidaklah mudah meng-copy paste keahlian dan kisah sukses mereka. Bahkan, rasanya tidak mungkin. Sebab, selain bidangnya sangat spesifik, sukses yang mereka raih sekarang hanyalah ujung dari perjalanan panjang hidup mereka. Yang bisa kita pelajari adalah semangat dan passion mereka atas pilihan profesi yang mereka yakini mampu memberikan masa depan yang menjanjikan, baik untuk pengembangan diri maupun sebagai sumber penghasilan.
Menengok ke belakang perjalanan hidup mereka, sejatinya ada semacam benang merah yang menyatukan ciri-ciri mereka. Yakni, rata-rata profesi dan keahlian “unik” itu mereka rintis dan tekuni sejak masih sangat belia. Ketika itu, rata-rata mereka umumnya tak pernah membayangkan bakal mendapatkan uang berlimpah dari bidang yang mereka geluti itu. Sebagian besar mereka malah cenderung memandangnya sebagai suatu kesenangan atau keasyikan yang membetot seluruh perhatian, waktu, dan hidupnya. Akan tetapi, ketika peluang yang menuntut keahlian khusus itu muncul, merekalah orang yang paling siap menyambarnya.
Fenomena di atas seyogyanya menyadarkan para orang tua, yang di zaman mana pun, cenderung memaksakan kehendak agar putra-putri mereka memilih jalur yang aman dalam memilih profesi, misalnya sebagai akuntan, ahli hukum, insinyur teknik, dokter, dan sejenisnya. Padahal, sejarah industri dan bisnis telah banyak bertutur, orang-orang dengan gagasan dan profesi uniklah yang mampu menciptakan pasar (market creator), bukan sekadar menjadi barisan pengisi lowongan kerja.
Tentu saja, bukan berarti profesi konvensional tidak penting. Namun, seiring tuntutan zaman, keahlian dan diferensiasi mereka yang menekuni profesi konvensional ini perlu terus dipertajam, agar berdaya saing tinggi. Itulah mengapa di bidang kedokteran, misalnya, bukan hanya dibutuhkan dokter spesialis, melainkan superspesialis. Di bidang hukum, bukan sekadar ahli hukum perusahaan, melainkan lebih spesifik lagi, katakanlah hukum kepailitan.
Sungguh mulia, jika dengan semangat dan passion yang sama, para orang tua zaman kini terus memperluas horison berpikirnya sehingga membuka peluang – bahkan menyuburkan – tumbuhnya kreativitas generasi penerus. Hanya dengan cara itu, kita masih punya harapan pada masa depan bangsa ini.(Galeriukm).
Sumber:
http://swa.co.id/2010/07/nothing-impossible/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar