2. Anak kecil yang sering dianggap akalnya belum sempurna, oleh ayah nan bijaksana diminta #berpendapat terkait perintah Allah (QS 37: 102).
3. Sebagai kontras, demikian jua malaikat nan tercipta dari cahaya, akal sempurna tanpa hawa #berpendapat pada penciptaan olehNya (QS 2: 30).
4. #Berpendapat-lah, sungguh ia sendi beragama kita. Pendapat baik; olahan akal, alaman rasa, & susunan kata bisa menjadi ibadah berharga.
5. Agama ini beri ruang luas #berpendapat, selama ia berkenan berdiskusi dengan wahyu & nurani; urusan paling remeh hingga nan amat serius.
6. Ibrahim misalnya di QS 37: 102, yakin bahwa menyembelih putranya ialah perintah Allah. Tetapi ia tak langsung menetak leher. #berpendapat
7. Ibrahim mengajarkan: seyakin apapun kita bahwa suatu hal adalah perintah Allah; meminta pihak terkait tuk #berpendapat adalah kemuliaan.
8. Maka saya cenderung ittiba’ ulama nan #berpendapat, ie: penerapan syari’at juga harus melalui pembicaraan dengan siapapun nan terdampak.
9. Allah tak pernah menghendaki agama ini jadi belenggu pemaksa, dan tak menghajatkan keberagamaan nan terpaksa. #berpendapat itu terhormat.
10. Jika pada hal yang jelas bahwa ianya perintah Allah saja kita dibimbing untuk mendengar mereka nan #berpendapat, apalagi nan selain itu.
11. Maka prinsip pertama dalam #berpendapat adalah: bersedialah mendengar. Sebab yang tak mau mendengar kehilangan kelayakan untuk didengar.
12. Teringat kita betapa sabar Nabi dengarkan ‘Utbah ibn Rabi’ah #berpendapat. Padahal yang dia ucapkan adalah caci maki, fitnah, & umpatan.
13. Di saat ‘Utbah telah berhenti bicara pun, Nabi masih tersenyum mesra & bertanya, “Adakah kau sudah selesai hai Abul Walid?” #Berpendapat
14. Saat ‘Utbah berkata, “ya”, beliaupun bersabda, “Aku telah mendengarkanmu hai Abul Walid. Kini berkenankah kau simak aku?” #Berpendapat
15. Maka terlantunlah kalam suci & terpesonalah ‘Utbah, duta Quraisy itu. Dia mendengarkan sebab Muhammad sedia mendengarnya. #Berpendapat
16. ‘Utbah pulang dengan ubah sikap. “Menurutku”, ujarnya, “Jangan kalian musuhi Muhammad. Kalau bangsa Arab mengalahkannya..” #Berpendapat
17. “..kalian tak rugi. Tapi jika Muhammad menang, jadi kemuliaan kalian juga.” Maka berkuranglah 1 tokoh penentang keras. #Berpendapat
18. Dengarkanlah siapapun nan #berpendapat, apapun pendapatnya, & bagaimanapun cara dia mengungkapkannya. Ini bekal tuk menjadi berpengaruh.
19. Adapun cara terbaik bagi kita tuk #berpendapat adalah dengan hikmah. Itulah cara utama & paling berhasil bawakan kebenaran (QS 16: 125).
20. Apa itu hikmah? Kata Ibn Al Qayyim: segala kemanfaatan yang kita hadirkan, dinilai dari sudut pandang mitra bicara & ‘amal. #Berpendapat
21. Mengenali sekaligus menghormati sudut pandang mitra bicara dalam #berpendapat itulah yang antar Ibrahim sukses berdakwah (QS 6: 74-79).
22. NOTE (QS 6: 74-19) ditegaskan Al Qurthuby dalam Al Jami’ BUKAN kisah Ibrahim mencari tuhan, melainkan kisah strategi da’wah. #Berpendapat
23. Cara #berpendapat selanjutnya yang diisyaratkan QS 16: 125 adalah mau’izhah (nasehat, bimbingan). Ia disyarati harus ‘hasanah’ (baik).
24. Dibanding hikmah, #berpendapat dengan mau’izhah hasanah punya kelemahan: memposisikan diri ‘lebih’ daripada mitra. Kadang tak diterima.
25. Mau’izhah hasanah mudah diterima oleh nan punya iman (kehendak berbaik) . Yang ingkar takkan bergeming . #Berpendapat
26. Maksud baik menasehati kadang bersambut; “Memang kamu siapa? Ayah-ibu yang tiap hari kasih makan saja tidak cerewet kok!” #Berpendapat
27. Sebelum masuk ke cara #berpendapat nan ketiga: debat, menurut para mufassir, tutur Al Qaradlawy dalam Fi Fiqhil Aulawiyat, QS 16: 125…
28. …itu tertib lafazh “hikmah-mau’izah-jidal” ialah urut efektivitas & urut prioritas nan harus diambil dalam metode dakwah. #Berpendapat
29. Maka debat adalah cara terberat & tersulit bawakan kebenaran. Allah syaratkan ia harus “billati hiya ahsan” .#Berpendapat
30. Betapapun debat itu caranya terbaik, oleh orang terbaik berakhlaq terbaik, belum tentu bisa bawa mitra cakap pada kebenaran. #Berpendapat
31. Seiring mentakjubi Ibrahim di kisah Al Quran, mari juga ambil pelajaran saat dia memenggal berhala kaumnya, lalu ditangkap. #Berpendapat
32. “Tanya saja patung itu!”, ujar Ibrahim saat diinterogasi. Hujjahnya tak terbantah, kaumnya terbungkam. Berimankah mereka? #Berpendapat
33. Tidak. Justru Ibrahim dibakar. Yang menghancurkan, dibalas lebih mengerikan. Bagi kita, kata Ibn Al Qayyim, ini tak boleh. #Berpendapat
34. Menolak suatu kejahatan, jangan hingga melahir kejahatan lebih besar. Adapun Ibrahim, mulialah dia dalam penjagaan Allah. #Berpendapat
35. Ibrahim lalu sadar berdebat dengan khalayak awam itu tak efektif. Akal sehat tertutup riuh hawa nafsu. Otot yang maju dulu. #Berpendapat
36. Selektif: maka Ibrahim pilih tokoh paling intelek, berkuasa, & berpengaruh untuk didebat. Konon namanya Namrudz (QS 2: 258). #Berpendapat
37. “Tuhanku menghidupkan & mematikan”, ujar Ibrahim. Raja itu hadirkan 2 tawanan; 1 dibunuh, 1 dilepas. “Aku juga!”, katanya. #Berpendapat
38. “Tuhanku datangkan mentari di timur, coba datangkan ia dari barat!”, sanggah Ibrahim. Hujjah dahsyat. Raja itu terbungkam. #Berpendapat
39. Tapi berimankah dia? Tidak. Ibrahim malah diusir dari negerinya. Memenangkan kebenaran bukan cuma soal memenangkan argumen. #Berpendapat
40. Memenangkan kebenaran adalah soal memenangkan hati. Dan hati, -tak seperti akal-, tak bisa takluk pada argumen semata-mata. #Berpendapat
41. Hati tunduk oleh akhlaq mulia. Jika hati sudah jatuh cinta pada pekerti, tak diberi hujjahpun dia kan cari dalilnya sendiri. #Berpendapat
42. Sebab itulah Nabi jaminkan rumah di surga justru bagi mereka yang ‘mengesampingkan’ kebenaran, demi harmoni & akhlaq mulia. #Berpendapat
43. “Kujaminkan sebuah rumah di surga bagian bawah bagi yang menahan diri dari berbantah, meski di pihak benar.” (HR Abu Dawud). #Berpendapat
44. Tersampaikannya kebenaran sekedar jadi prioritas selanjutnya jika disanding upaya menaklukkan hati dengan berakhlaq mulia. #Berpendapat
45. Bukannya kebenaran itu ditutupi. Ia hanya ditahan sejenak untuk disampaikan dengan cara yang indah & di waktu nan tepat. #Berpendapat
46. Maka tugas seorang beriman adalah mengatakan yang baik (benar isinya, indah caranya, tepat waktunya); atau diamlah dulu. #Berpendapat
47. Kita didengarkan bukan sebab suara keras. Kita didengarkan, ditaati, & berpengaruh, sebab hati mitra bicara siap menerima. #Berpendapat
48. Proses termudah membuat hati mitra bicara siap mendengarkan ialah dengan hikmah: kebermanfaatan kita yang dirasakan olehnya. #Berpendapat
49. Itu luas sekali. Makna “da’wah”, salah-1-nya ialah undangan makan. Maka ia itu kebermanfaatan dalam ukuran lahir & batin. #Berpendapat
50. Abu Bakr menyerahkan 40.000 dirham (lk Rp 1,8M) pada Nabi di hari pertamanya masuk Islam. Itu untuk proyek sosial da’wah. #Berpendapat
51. Begitulah; kelayakan didengar dalam #berpendapat juga sangat ditentukan oleh kebermanfaatannya; spiritual, intelektual, maupun material.
52. Al Walid ibn Al Mughirah si penentang Quran, dihinakan Allah di QS Al Balad dengan diperbandingkan pada Nabi nan penuh amal. #Berpendapat
53. Seolah dikatakan, Al Walid didengar hanya semata karena dia pemuka. Sementara Nabi menempuh ‘jalan yang mendaki lagi sukar’. #Berpendapat
54. Itulah ‘aqabah: membebas budak, memberi makan di hari sulit untuk yatim & melarat. Lalu menyeru dengan sabar & penuh kasih. #Berpendapat
55. Maka sempurnalah syarat bagi Nabi untuk -seharusnya- didengar. Pertama: reputasi. Dia Al Amin, terpercaya tak pernah dusta. #Berpendapat
56. Kedua, kebermanfaatan: dia penyantun bagi semua nan terpinggir, penjalin harmoni silaturrahim, & dia amanah jalankan usaha. #Berpendapat
57. Ketiga; dia kedepankan akhlaq mulia bawakan bimbingan: kesabaran & kasih sayang. Tapi ternyata, beliaupun masih ditentang. #Berpendapat
58. Maka bagaimana bisa kita.. T_T ..yang tak miliki ketiga hal itu berharap selalu didengar & ditaati kalau #berpendapat? Rabbighfir lii..
59. Hal pertama dari Sang Nabi, sungguh berat dimiliki. Maka nan berlapang harta & jiwa, upayakan miliki nan kedua juga ketiga. #Berpendapat
60. Jika hal ke-2 Sang Nabi (kebermanfaatan material) juga sulit sebab terbentur kondisi, mutlaklah kita punya nan ke-3: akhlaq. #Berpendapat
61. Jadikan santun sebagai pengindah kebenaran. Sebab, yang benar tapi tak santun melunturkan hormat khalayak pada kebenaran. #Berpendapat
62. Perkuat kebenaran dengan kecerdasan. Tak semua yang sesat harus ditanggapi, jika justru membuatnya bangga dalam kebebalan. #Berpendapat
63. Maaf jika ini kasar: tapi kadangkala, lisan kita memang terlalu mulia untuk bicarakan orang atau hal tertentu. Jagalah itu. #Berpendapat
64. Percantik kebenaran dengan kerendahan hati. Sebab sombong setitikpun bagai nila; merusak kebenaran yang bak susu sebelanga. #Berpendapat
65. Tugas kita adalah sampaikan kebenaran. Bukan membuat kebenaran itu terhina sebab cara nan tak indah & waktu yang tak tepat. #Berpendapat
66. Perhatikan kebaikan yang mengintip. Terpesonalah pada kebajikan yang kadang tersembul sedikit & malu-malu. Tumbuhkanlah. #Berpendapat
67. Mari mengingat sejenak kisah pembunuh 99 nyawa dari Bani Israil itu. Apa yang menjadikannya membunuh untuk ke-100 kalinya? #Berpendapat
68. Rahib ahli ibadah yang ditanya “Telah kuhabisi 99 jiwa, mungkinkah taubatku diterima?”, agaknya tercekam oleh kata ‘bunuh’. #Berpendapat
69. Dalam ilmunya yang terbatas, yang dia tahu Taurat menegaskan membunuh satu jiwa sama dengan membinasakan seluruh kehidupan. #Berpendapat
70. Baginya, membunuh semut saja berdosa, apalagi merampas 99 nyawa manusia. Maka cekaman itu melalaikannya dari kata “taubat”. #Berpendapat
71. Padahal “taubat” itulah kebaikan nan mengintip samar, harus dikenali & dihargai. Gagal menangkapnya melahirkan tragika. #Berpendapat
72. Tewaslah sang ‘abid sebagai korban ke-100. Lalu jumpalah si pembunuh dengan ‘Alim yang tersenyum, memuji, membesarkan hati. #Berpendapat
73. Seberkas senyum kecil & pujian sederhana, bisa membuat jiwa rapuh kembali percaya bahwa dia berhak & layak berbuat baik. #Berpendapat
74. Begitulah sang pembawa cahaya & sang penuntun ke surga memulai bimbingannya; penghargaan, ketulusan, & arahan penuh cinta. #Berpendapat
75. Bahkan si Badui yang mengencingi Masjid itupun dilihat Sang Rasul sebagai bibit kebaikan yang tak layak dicela & disakiti. #Berpendapat
76. Banyak orang bermaksud baik di sekitar kita. Kadang kita terlanjur menyangkanya buruk sebab kasar, jahil, dan tak beradab. #Berpendapat
77. Banyak juga orang yang sebenarnya merasa sakit saat menista. Hanya saja luka di dalam jiwanya telanjur menguarkan dendam. #Berpendapat
78. Ada sebagian penista kebenaran, awalnya sebab terluka oleh orang shalih. Lalu syaithan & kejahatan berbaikhati pada mereka. #Berpendapat
79. Luka itu makin menganga. Kita ingat pesan Nabi, “Janganlah kalian membantu syaithan atas saudaramu!” Jadilah penuh kasih. #Berpendapat
80. Ahli kebenaran, berbaik hatilah;) Sebab kita lebih berhak untuk lakukan semua itu dibanding kejahatan yang merusak mereka. #Berpendapat
81. Mari beradu hujjah dan #berpendapat senantiasa dalam santun akhlaq & kata mulia. Sebab di jiwa ini, kita tak punya yang hina-hina.
82. Juga jangan henti mendoakan tiap yang terlalu; jiwa yang lara & gelap sangat menantikannya. Kita meneladani Nabi atas itu.
83. Demikianlah #berpendapat. Dan ini semua pun hanya pendapat. Moga berkenan ya Shalih(in+at), mohon masukan selalu atas yang tersilap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar